Aku tak perlu cemburu pada langit.
Kau selalu saja mengalir sesukamu, menderu semaumu ,mengikuti gradien ketinggian di sekelilingmu.
Aku tahu.
Dunia memang tempat yang panas, membuatmu mendidih, hilang menguap
seperti dihisap awang-awang. Tapi biarlah kau pergi seperti uap, karena
kutahu, langit tanpa batas akan membuatmu kesepian, dan kau pun pulang
sebagai hujan.
Tak ayal akupun bagai kemarau yang merindu karena kering meretak. saat kau datang aku menari dengan lincah, keatas aku menengadah, tetap saja indah , seperti dulu, karena hujan selalu saja baru.
Kulepas kau mengembara rintik,merontokkan dirimu sendiri ke bumi, agar bisa mengenali samudra,menggenangi danau, menyegarkan dedaunan, membasahi pucuk ilalang,.
Pada akhirnya kau kembali mengalir , menjadi sungai.
malam datang begitu saja , demikian kesadaranku.Saat air memantulkan sinar rembulan,yang sejatinya pantulan cahaya yang sama dari mentari pagi tadi.
Begitulah kutatap semua ini, bergulir indah dengan sendirinya.
Continue Reading...
Label:
aneh,
opini,
puisi,
remaja